Senin, 19 September 2016

RADIKALISME AGAMA BUKANLAH JIHAD

RADIKALISME AGAMA BUKANLAH JIHAD
Oleh: Ust. Ahmad Fajar Inhad, Lc.



        Saat kita mendengar seseorang meneriakkan kalimat "Jihad" maka yang terbesit dalam benak kita adalah kekerasan, pemaksaan hak dan hal-hal yang cenderung negatif dan menyeramkan. Apalagi jika kalimat "Jihad" di barengi dengan teriakan takbir, saya yakin anda semua akan terbawa suasana horor dan adegan pertumpahan darah. Apakah memang demikian "Jihad" yang di ajarkan oleh Islam dan di praktekkan oleh Rasulullah SAW?, atau jangan-jangan "Jihad" sudah menjadi kamuflase sebagian oknum untuk menghancurkan Islam.

        "Jihad" adalah kalimat suci dan mulia dalam agama kita, bahkan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya menyebut bahwa "Jihad adalah puncak agama Islam". Sayangnya pemahaman sepotong-potong konsep Jihad "memaksa" asumsi kita untuk menarik kesimpulan bahwa "Jihad adalah melulu perang fisik". Padahal jika kita telaah lebih detail ayat-ayat al-Qur'an, ada beberapa ayat yang memerintahkan umat Islam untuk ber-Jihad saat mereka berada di Mekah. Dimana notabene umat Islam di Mekah kala itu adalah minoritas yang tertindas. Jadi, jika Jihad "hanya" di artikan perang fisik, maka pertanyaannya adalah "Mungkinkah Allah SWT memerintahkan minoritas umat Islam di Mekah untuk melakukan perlawanan fisik kepada musuhnya yang notabene adalah mayoritas?". Saya yakin anda sepakat bahwa upaya "Jihad fisik" itu adalah perbuatan ceroboh dan tindakan bunuh diri. Fakta ini bisa kita temukan pada firman Allah SWT dalam surat al-Furqan ayat 52 yang artinya "Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur'an dengan jihad yang besar". (TQS. al-Furqan : 52).


         Jika anda membuka buku-buku Tafsir, maka anda akan menemukan fakta bahwa ayat ini adalah Makkiyah (baca : ayat yang di turunkan sebelum nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah). Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang konsep Jihad yang di lakukan oleh Rasulullah SAW saat beliau di Mekah. Konsep Jihad yang saya maksud adalah "Jihad dengan al-Qur'an". Apa itu "Jihad dengan al-Qur'an"?, adalah memerangi kebatilan dengan argumentasi yang bersumber dari wahyu Allah SWT yang tertuang dalam al-Qur'an, atau dengan bahasa yang lebih simpel di sebut dengan "Dakwah". Lalu kenapa Dakwah di kategorikan "Jihad yang besar"?, Dr. Wahbah Zuhaily dalam tafsir Munir-nya menjelaskan bahwa "Jihad menggunakan argumentasi yang bersumber dari ajaran al-Qur'an menghadapi orang-orang bodoh itu lebih mulia di bandingkan jihad dengan menggunakan pedang (baca : kekerasan)". Itulah embrio Jihad yang di praktekkan oleh Nabi Muhammad SAW selama berada di Mekah dan menjadi pondasi vital perkembangan Islam ke depan.

       Realita di atas senada dengan kandungan sebuah hadits Marfu' yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Sa'id al-Khudry, beliau Rasulullah SAW bersabda yang artinya "Sesungguhnya termasuk model Jihad yang paling agung adalah kalimat (argumentasi) adil (benar atau amar ma'ruf nahi munkar) yang di ucapkan di hadapan seorang pemimpin yang lalim".

        Dalam hadits ini beliau Rasulullah SAW tidak menggunakan kalimat pedang, perang fisik dan sinonim lainnya yang bertemakan kekerasan. Rasulullah SAW menggunakan redaksi "Kalimah" yang berarti ucapan atau argumentasi. Jika demikian lalu darimana konsep "Jihad adalah perang fisik" berasal?. Konsep ini berasal dari pemahaman "salah kaprah" tentang konsep Jihad pasca hijrah nabi ke Madinah. Kita semua tahu bahwa hampir seluruh perang fisik yang di lakoni oleh Rasulullah SAW terjadi pasca berdirinya negara Islam di Madinah (Hingga saat ini fenomena Negara Islam Madinah masih menjadi perdebatan di kalangan Ulama, ada sebagian yang berpendapat bahwa saat beliau nabi Muhammad SAW di Madinah beliau mendirikan Negara Islam, tetapi ada juga yang tidak sepaham  dan mengatakan Madinah bukan negara islam, tetapi Negara Sipil atau negara Madani atau Daulah Madaniyah).

        Tetapi tak jarang kita melupakan realita bahwa "Peperangan yang terjadi adalah dalam rangka melindungi kedaulatan negara yang di pimpin oleh Rasulullah SAW". Dengan bahasa yang lebih lugas kebijakan perang fisik di lakukan sebagai upaya defensif atau protektif bukan ofensif, karenanya sebuah kesalahan fatal jika "Jihad di artikan agresi atau invansi militer" ke negara-negara dengan mayoritas non muslim, atau bahkan negara berpenduduk Islam.

        Dalam sebuah potongan hadits riwayat Imam Ahmad (hadits nomor 18406) dari sahabat Nu'man bin Basyir RA, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa "Nubuwwah (kenabian) akan menjadi sistim (pemerintahan) kalian semua, kemudian sistim ini akan di angkat oleh Allah (berakhir) dan datang setelahnya sistim Khalifah yang menganut metode kenabian...".

     Hadits ini menjelaskan bahwa Khalifah (yang merupakan muara dari Jihad) dan cara untuk menggapainya haruslah sesuai dengan metode  kenabian (baca : Dakwah Islam) yaitu Hikmah (Bijaksana), dan Mujadalahbillati-Hiya-Ahsan (Dialog dengan mengedepankan argumen yang baik dan sesuai dengan kemampuan audiens). Lalu darimana "mereka" mendapat pemahaman bahwa "Jihad adalah perang fisik dan memerangi orang-orang tidak berideologi sama"?, saya khawatir ini adalah produk impor dari luar Islam yang bertujuan untuk menghancurkan umat Islam dari dalam tubuh umat Islam sendiri (Filosofi duri dalam daging).

      Indonesia dengan kemajemukannya menyimpan "bom waktu" yang bisa meledak sewaktu-waktu. Bom waktu yang saya maksud adalah banyaknya aliran penganut radikalisme agama. Meskipun keberadaan mereka menjadi ancaman, tetapi kita tidak boleh over reactive menyikapi mereka. Pemerintah dan masyarakat harus merumuskan cara efektif menanggulangi aliran radikal yang menyebar secara efektif di tengah masyarakat. Kita tidak boleh menjadi seperti "pemadam kebakaran", bereaksi ketika ada paham yang radikal. Karena reaksi "spontan" ini tidak akan menghilangkan akar permasalahan, harus ada aksi penanggulangan secara fundamental dan komprehensif.

       Salah satu aliran radikal yang saat ini menjadi isu hangat adalah IS (kepanjangan dari Islamic State atau negara Islam, yang merupakan metamorfosis dari ISIS). Jika kita meruntut sejarah pergerakan aliran radikal di Indonesia, maka kita akan menemukan kemiripan antara IS dengan gerakan-gerakan radikal yang sudah ada di Indonesia. Maka tidak salah jika di katakan "IS adalah old product new brand (produk lama dengan kemasan baru)". Berbagai pertemuan dan kebijakan di ambil untuk menghentikan penyebaran IS di Indonesia. Sayangnya, kebanyakan langkah yang di ambil cenderung bersifat statmen tentang bahaya dan ancaman gerakan ini bagi NKRI. Kita lupa bahwa cara yang demikian hanya akan membuat kita "kelelahan" berhadapan dengan mereka. Kenapa?, karena mereka punya kemampuan berkamuflase. Saat model yang ini gagal dan tidak di terima oleh publik, maka mereka akan melakukan modifikasi dan merubah chasing produk mereka. Jadi solusi yang tepat adalah dengan "tidak terfokus pada kemasan luar saja, tetapi harus menyentuh esensi gerakan ini".

      Upaya yang saya maksud adalah dengan mensosialisasikan gerakan "Islam Rahmat Bagi Seluruh Alam", melalui gerakan ini kita kenalkan soft power Islam, dan juga tidak lupa kita ajak masyarakat untuk memahami dan mengamalkan konteks Jihad secara aktual dan sesuai dengan perkembangan jaman. Simpelnya marilah kita lakukan upaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran beragama yang menyeluruh dalam diri masyarakat kita, sehingga mereka memiliki self defense (mampu bertahan sendiri tanpa harus menunggu fatwa dan larangan dari pihak terkait) sehingga tidak terjebak dalam permainan dan kamuflase musuh Islam.

Wallahu a'lam...


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Page views